Konsep Pembangunan Keluarga yang Komprehensif dan Terintegrasi

Oleh: Euis Sunarti

Sesuai surat Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga,  Bappenas No 7095/Dt.5.4/8/2017,  topik pembahasan diskusi meliputi beberapa hal yaitu, 1)  pengertian Pembangunan Keluarga, 2)  Potret permasalahan dan kebutuhan keluarga lndonesia saat ini, 3) pandangan dan saran terhadap kebijakan dan program pembangunan keluarga di pemerintah pusat dan daerah, 4) pengalaman kerjasama pembangunan keluarga dengan NGO/swasta, dan 5) masukan terhadap Pembangunan Keluarga yang Komprehensif dan Terintegrasi. Berikut adalah uraian singkat megenai topic bahasan tersebut.

Pengertian Pembangunan Keluarga

Pembangunan keluarga Indonesia merupakan amanat Undang Undang no 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga (amandemen UU No 10 Tahun 1992), sehingga secara de jure Indonesia merupakan negara yang memiliki kebijakan eksplisit keluarga.  Pembangunan keluarga dilakukan melalui ketahanan keluarga agar keluarga sejahtera dan berkualitas. Namun demikian setelah sekian lama pembangunan ketahanan keluarga dilaksanakan, sampai sekarang masih cukup besar keluarga yang belum sejahtera. Padahal, keluarga memiliki peran dan posisi strategis dalam pembangunan manusia berkualitas dan masyarakat madani..

Secara sederhana pembangunan keluarga diartikan sebagai upaya yang dilakukan berbagai pihak, utamanya oleh Pemerintah (pusat dan daerah) agar keluarga berketahanan sehingga mampu memenuhi peran, fungsi dan tugasnya, untuk meraih kesejahteraan dan keluarga berkualitas.

Kebijakan dan program pembangunan keluarga di Indonesia terkait ideologi yang dianut pemerintah dalam memandang kedudukan, fungsi, dan tugas keluarga dalam berbagai dimensi kehidupan.  Ideologi pembangunan keluarga di Indonesia mengakui keberagaman individu dan pandangan bahwa hendaknya ada pembagian tugas dan peran individu dalam keluarga dan di masyarakat, sehingga hal tersebut menyebabkan penetapan dan pengakuan terhadap fungsi keluarga. Ideologi pembangunan keluarga di Indonesia menjadi landasan kebijakan dan program pembangunan keluarga yang memfokuskan pada upaya peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Keluarga yang tahan dan sejahtera diharapkan dapat melahirkan atau membentuk individu yang berkualitas sehingga dapat membangun masyarakat madani yaitu masyarakat yang tertib, taat hukum, adil, dan sejahtera.  Dengan demikian tujuan pembangunan ketahanan keluarga adalah untuk agar keluarga Indonesia sejahtera dan berkualitas dan menjadi unit social terkecil pembangun manusia berkualitas, pembangun masyarakat madani dan menjadi fondasi ketahanan dan peradaban bangsa.

Potret permasalahan dan kebutuhan keluarga lndonesia saat ini

Berikut adalah rumusan permasalahan terkait keluarga Indonesia yang diambil dari berbagai sumber (Sunarti, 2013a, Sunarti, 2013b, Sunarti, 2015) dan dirangkum Sunarti (2017) dalam Draft Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Ketahanan Keluarga.

  • Pembangunan Indonesia telah menurunkan persentasi keluarga miskin, namun perjalanan Indonesia membangun kesejahteraan keluarganya belum usai, bahkan masih panjang. Indonesia bahkan disinyalir berisiko tidak membantu rakyat miskin dan rentan. Pengentasan kemiskinan dinilai mulai stagnan, dengan penurunan yang mendekati nol pada tahun 2014. Penurunan 50 persen kemiskinan terjadi antara tahun 1999 sampai 2014, yaitu dari 24 persen menjadi 11.3 persen (namun perlu diingat jumlah absolut penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya) (World Bank & Australian Aid, 2016).  Pada tahun 2015 terdapat 28.503 juta penduduk miskin (11.13%) meliputi 17,893 juta di perdesaan (14,69%) dan 10,619 juta di perkotaan (8,22%).  Pada Tahun 2014, data menunjukkan peningkatan ketimpangan. Pada Tahun 2002, 10 persen warga terkaya di Indonesia mengonsumsi sama banyaknya konsumsi 42 persen warga termiskin, sedangkan pada tahun 2014 mereka mengonsumsi  total konsumsi 54 persen warga termiskin (WB & Australian Aid, 2016).  Walaupun data kemiskinan Tahun 2016 menunjukkan sedikit penurunan (World Bank 2017), namun ketimpangan tetap masih tinggi. 
  • Pengelolaan sumberdaya dan kekayaan Indonesia belum optimal untuk kesejahteraan keluarga. Ketimpangan yang sangat tinggi dimana hanya satu persen (1%) penduduk Indonesia menguasai 49 persen kekayaan Indonesia; hanya satu persen (1%) penduduk menguasai 72 persen tanah/lahan Indonesia; terdapat 29 juta (8,5% di perkotaan dan 14,2% di pedesaan) penduduk hidup miskin dan 68 juta penduduk (26,9% penduduk hidup kurang dari 50% diatas garis kemiskinan nasional) terancam miskin. Sehingga memunculkan beragam pandangan dan kritik berbagai pihak, diantaranya pandangan strategis akan adanya “paradox Indonesia: Negara Kaya raya tetapi masih banyak rakyat hidup miskin”. 
  • Laporan Bulanan BPS mengenai data sosial ekonomi Mei 2017 menyatakan bahwa pada Februari 2017, jumlah penganggur sebanyak 7,01 juta orang dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,33 persen. Hasil pendataan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, menunjukkan 1 dari 3 atau 33,4 persen perempuan usia 15–64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya, dan sekitar 1 dari 10 atau 9,4 persen perempuan usia 15–64 tahun mengalaminya dalam 12 bulan terakhir. Pada Tahun 2015 terdapat penambahan 275.736 orang tenaga kerja Indonesia yang bekerja ke berbagai Negara.
  • Potret keluarga Indonesia diantaranya ditunjukkan oleh masih tingginya keluarga yang belum sejahtera (Pra Keluarga Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I) yaitu sebesar 43% pada pendataan Tahun 2013, dan berpotensi meningkat lagi. Tahun 2015, terdapat 28.36% anak laki dan perempuan usia 16-18 tahun yang tidak sekolah lagi, 17,4% rumah tangga yang belum memiliki rumah, 21% yang belum memiliki akses air minum layak, dan 38% yang belum memiliki akses sanitasi layak.  Gangguan terhadap kehidupan lainnya adalah tingginya intensitas bencana di Indonesia yang menyebabkan besarnya keluarga korban bencana. Sebagai contoh, jumlah rumah rusak akibat bencana pada tahun 2014 sebesar 25.247 rumah (5.188 rusak berat, 3.768 rusak sedang, 16.291 rusak ringan), dengan jumlah korban meninggal sebanyak 216 orang  (550 orang pada tahun 2013).  Pada Tahun 2014 sebanyak 16.830 desa mengalami banjir, 3.827 desa mengalami gempa bumi, dan 7.861 desa mengalami longsor.
  • Persoalan yang dihadapi keluarga lainnya adalah  ketidakseimbangan keberfungsian keluarga, dimana keluarga lebih mencurahkan sumberdayanya (waktu, tenaga, pikiran, perhatian) untuk memperoleh nafkah yang mensejahterakan, sehingga mengurangi sumberdaya untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga lainnya yang juga penting. Demikian halnya dengan tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya dan interaksi antar anggota keluarga yang berdampak terhadap prestasi perkembangan dan status kepuasan dan kebahagiaan anggota keluarga, pada akhirnya berkontribusi terhadap pergaulan sosialnya, sehingga terlibat dalam masalah social.  Hal lainnya adalah menurunnya kualitas dan kuantitas interaksi keluarga, diantaranya kualitas perkawinan dimana data menunjukkan meningkatnya perceraian. Data perkawinan dalam tiga tahun berturut turut yaiu 2013-2015 berkisar 2 juta (2.210.046; 2.110.776; dan 1.958.394), sementara perceraian pada tiga tahun berturut tersebut sekitar 340 ribu (324.247; 344.237; 347.256).
  • Laporan berbagai fenomena social, juga penyimpangan dan kejahatan menunjukkan bahwa persoalan di keluarga secara nyata turut berkontribusi terhadap persoalan social seperti peningkatan pengguna narkoba dan penderita HIV Aids, juga penyimpangan perilaku seksual seperti zinah, perkosaan dan LGBT. Sebaliknya, keluarga juga dipengaruhi oleh lingkungan social, bahkan pengaruh factor eksternal (lingkungan meso, hekso, dan makro) jauh lebih besar terhadap keluarga.  Oleh karenanya penting untuk membangun keluarga sebagai institusi pertama dan utama pembangunan manusia berkualitas dan masyarakat madani, termasuk upaya  keterjaminan dan perlindungan kepada keluarga untuk memenuhi peran utama tersebut melalui instrument hukum yaitu Undang Undang tentang Ketahanan Keluarga. Kini, semakin dirasakan kebutuhan adanya instrument hukum yang menekankan kepada perlindungan keluarga dengan membangun ketahananya, sebagai upaya pencegahan terjadinya berbagai masalah social.

Tingginya masalah yang dihadapi keluarga Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan social kemasyarakatan, membawa Sunarti (2014) mengangkat isu tersebut dalam tulisan “Keluarga Indonesia: Status Awas” pada Juni 2014 sebagai renungan Harganas 2014. Hal tersebut juga yang mendorong dirumuskannya Deklarasi Keluarga Indonesia yang dibacakan 2600 Keluarga di Kebun Raya Bogor 2014.

DEKLARASI KELUARGA INDONESA

Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kami keluarga Indonesia :

  1. Meyakini bahwa keluarga adalah fondasi bangsa, institusi pertama dan utama pembangunan manusia Indonesia berkualitas;
  2. Senantiasa terus membangun, menguatkan, dan memelihara nilai nilai luhur keluarga yaitu cinta kasih, perhatian, komitmen, dan kebersamaan keluarga;
  3. Menolak segala upaya yang –baik secara langsung ataupun tidak langsung, secara sengaja ataupun tidak sengaja– dapat melemahkan fungsi fungsi keluarga terutama dalam kapasitasnya menyiapkan generasi penerus bangsa; 
  4. Menolak segala bentuk kekerasan kepada anggota keluarga, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak
  5. Meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dengan memanfaatkan pengetahuan dan perkembangan teknologi informasi secara bijaksana;
  6. Saling membantu bahu membahu membentuk dan mengembangkan wahana untuk mendukung dan membantu keluarga yang membutuhkan;
  7. Saling memperhatikan dan memenuhi hak anak khususnya perlindungan terhadap anak;
  8. Mendukung upaya berbagai pihak dalam membangun lingkungan ramah keluarga dan anak;
  9. Berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera;
  10. Mendorong pemerintah untuk mengembangkan kebijakan ramah keluarga yaitu menjadikan keluarga sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan kebijakan pemerintah.

Semoga Tuhan yang Maha Kuasa meridhoi ikrar kami.

Kebun Raya Bogor 26 Juni 2014

Pandangan dan saran terhadap kebijakan dan program pembangunan

Kebijakan dan Program Pembangunan Ketahanan Keluarga hendaknya memenuhi prinsip sebagai berikut:

  1. Menempatkan keluarga sebagai basis dan titik sentral pembangunan;
  2. Pemeliharaan dan penguatan nilai keluarga;
  3. Penguatan struktur dan keberfungsian keluarga;
  4. Kelengkapan dan interaksi dimensi kehidupan keluarga;
  5. Keharmonisan dan keseimbangan;
  6. Pencegahan dan perlindungan;
  7. Holistic dan komprehensif;
  8. Pengintegrasian kebijakanya ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup;
  9. Partisipasi semua pihak terkait;
  10. Keberpihakan dan pemberdayaan keluarga;
  11. pemberdayaan dan kemandirian.

Kebijakan dan Program Pembangunan Keluarga hendaknya memperhatikan atau mengakomodir hasil kajian dan kontribusi social scientist yang dengan beragam kajian nya dapat melakukan “Pembangkita Kebijakan Keluarga”. beberapa contoh hasil diantaranya terkait Lingkup Ketahanan Keluarga:

  1. Ketahanan keluarga dibangun oleh tiga komponen laten yaitu: ketahanan fisik-ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.
  2. Kesejahteraan merupakan bagian dan output ketahanan keluarga. Pencapaian kesejahteraan keluarga meliputi kesejahteraan objektif maupun subjektif melalui pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan perkembangan keluarga; Ketahanan keluarga diimplementasikan oleh pemenuhan peran, fungsi, dan tugas keluarga pada seluruh tahap perkembangan keluarga dengan menurunkan kerentanan dan mencegah potensi krisis pada setiap tahap perkembangan keluarga; Proses dinamika kehidupan keluarga sebagai kunci ketahanan keluarga diejawantahkan dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, pengelolaan stress keluarga,  harmonisasi serta optimalisasi interaksi keluarga (marital, parental, sibling, intergenerational relationship);
  3. Ketahanan keluarga berlangsung sepanjang kehidupan keluarga yang dibagi pada beberapa tahap perkembangan keluarga yaitu sejak baru menikah sampai keluarga lansia, sehingga ketahanan keluarga diimplementasikan dalam kemampuan keluarga memprediksi dan menurunkan kerentanan serta mencegah krisis, mengasuh dan melindungi anak terutama pada masa 1000 hari pertama kehidupan, masa emas kualitas anak, membangun kelentingan remaja, dan merawat dan melindungi lansia. Demikian halnya dalam pencegahan masalah social dan seksual di seluruh perjalanan kehidupan keluarga.
  4. ketahanan keluarga diaplikasikan dalam transaksi yang positif dengan lingkungan social dan lingkungan alam untuk memperoleh bukan hanya kehidupan keluarga yang berkualitas namun juga lingkungan social dan alam yang berkualitas dan berkelanjutan.

Berdasarkan berbagai pengalaman selama ini, pandangan dan saran saya terhadap kebijakan dan program pembangunan keluarga, diantaranya adalah:

  • Kebijakan dan program pembangunan keluarga masih dilaksanakan setengah hati;
  • Masih lemahnya koordinasi antara Kementerian/Lembaga penyelenggara;
  • Masih tingginya ego sektoral dalam pelaksanaan program pembangunan;
  • Masih terbatasnya kuantitas dan kualitas serta kompetensi SDM pelaksana program;
  • Belum ada kajian yang representative dan mumpuni sebagai dasar penetapan dan pemilihan kebijakan dan program;
  • Belum ada kajian yang menilai /evaluasi secara komprehensif program pembangunan terkait keluarga;
    Hendaknya pemerintah menyelenggarakan kebijakan dan program pembangunan keluarga yang bersifat percepatan, terobosan, dan memiliki daya ungkit yang tinggi;

Pengalaman kerjasama pembangunan keluarga dengan NGO/ swasta

Berikut adalah rekaman salah satu pengalaman membangun Ketahanan Keluarga melalui Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia.  GiGa Indonesia berdiri sebagai respon meningkatnya persoalan social terkait keluarga, sehingga dipandang penting untuk menghimpun berbagai pihak (Ahli, Pakar, Praktisi, Peminat, Pemerhati) keluarga untuk berkontribusi dalam pembangunan ketahanan keluarga. Berikut adalah beberapa program unggulan GiGa Indonesia.

  1. Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia
    • Respon Keprihatinan akan situasi meningkatnya ketidakpedulian, menurunnya empati terhadap sesama dan  melunturnya semangat berbagi dalam kehidupan individu,  keluarga, dan masyarakat,  mendorong Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia menggaungkan kampanye sosial “Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia”  atau GiGa Indonesia Kindness Movement dengan tema “Mari Peduli dan Berbagi  (Let’s Care and Share)” yang merupakan suatu gerakan mengajak semua keluarga Indonesia untuk meningkatkan rasa kepedulian dan sikap saling berbagi, menyerukan dan mensosialisasikan nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai kehidupan sosial mendasar seperti disiplin, tanggung jawab, jujur, menolong, berbagi, peduli, dan sayang sesama yang dilakukan perseorangan, keluarga, atau kelompok masyarakat.
    • Tujuan GKKI 2016 diantaranya: 1) Meningkatkan rasa kepedulian dan sikap saling berbagi; 2) Menyerukan nilai-nilai kebaikan kepada perorangan, keluarga, atau kelompok masyarakat; 3) Menyediakan berbagai kegiatan yang menginspirasi Keluarga Indonesia untuk saling peduli dan berbagi; 4) Menyediakan bahan-bahan (kindness kit) bagi para pihak sebagai panduan untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan untuk meningkatkan rasa saling peduli dan berbagi; 5) Berkolaborasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia (GKKI). Pilar Kebaikan dirumuskan dalam Gambar 1.
    Gambar 1. Pilar Kebaikan Keluarga
    • Berikut adalah rangkaian kegiatannya:
      • Penyusunan Kit Kebaikan Keluarga
      • Proyek Percontohan GKKI
      • Penghargaan Kebaikan Keluarga Indonesia
      • Hari Kebaikan Keluarga Indonesia
      • Pemasaran Sosial GKKI
      • Pembuatan Prototipe “Taman Keluarga” sebagai  Lingkungan Ramah Keluarga
    • Para Penggiat Keluarga Indonesia menyerukan Gerakan Kebaikan Keluarga sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:

    2. Dialog Nasional Penggiat Keluarga Indonesia

    Kompleksnya factor ketahanan, kesejahteraan, dan kualitas keluarga serta besarnya masalah keluarga,  menuntut perluasan stakeholder pembangunan keluarga, diantaranya adalah para  penggiat keluarga. Saat ini ditengarai sudah banyak pihak-pihak yang memperhatikan dan terlibat dalam upaya pembangunan keluarga sehingga perlu konsolidasi agar terbangun jejaring informasi dan kerjasama. Berdasarkan hal tersebut dipandang perlu diadakannya pertemuan para penggiat keluarga Indonesia dalam satu Dialog Nasional Penggiat Keluarga Indonesia. Dialog Nasional Penggiat Keluarga Indonesia dilakukan dengan tujuan untuk: 1) Membangun jejaring informasi dan kerjasama penggiat keluarga dari berbagai komponen keorganisasian dan masyarakat luas; 2) Mengidentifikasi para pihak dan upaya yang dilakukan, serta mendalami titik kritis peningkatan ketahanan dan perlindungan keluarga Indonesia dari perspektif hukum dan kebijakan, ekonomi, ekologi, social dan budaya; 3) Mengidentifikasi dan menyusun skala prioritas upaya peningkatan dan perlindungan keluarga yang bersifat percepatan dan terobosan serta memiliki daya ungkit yang tinggi.

    Masukan terhadap Pembangunan Keluarga yang Komprehensif dan Terintegrasi.

    1. Penguatan peraturan dan perundang-undangan terkait Kebijakan Eksplisit dan implicit Pembangunan Keluarga;
    2. Penguatan dan Harmonisasi kelembagaan pembangunan keluarga;
    3. Pemerintah hendaknya menempatkan keluarga sebagai basis kebijakan[1], dan menyelenggarakan pembangunan keluarga yang diantaranya meliputi:
    1. Lingkup ketahanan keluarga yang holistic dan terpadu, menekankan kepada aspek perlindungan dan pencegahan yang bersifat hulu;
    2. Menyelenggarakan pembangunan wilayah yang ramah keluarga
    3. Mengembangkan dan memfasilitasi pekerjaan yang ramah keluargaPenyediaan sarana dan prasarana dan pendanaan yang memadai
    4. Menetapkan pembagian kewenangan pemerintah dengan pemerintah daerah
    5. Kelengkapan pelaksanaan pembangunan sejak perencanaan, sampai evaluasi dan penyediaan data dan pembangunan sistem informasi
    6. Menyelenggarakan pembangunan yang mempertimbangkan kaitan dan dampaknya terhadap keluarga, mencegah pembangunan yang meningkatkan kerentanan dan risiko kepada keluarga

    4. Mendorong kemitraan dengan berbagai pihak, dengan akademisi, peneliti, Perguruan Tinggi, swasta, dengan media, dan khususnya dengan kelompok masyarakat yang peduli dengan pembangunan keluarga, serta memfasilitasi secara tepat dan memadai agar terbangun upaya pembangunan yang bersifat hulu, percepatan, terobosan, dan yang memiliki daya ungkit yang tinggi. 

    Konsep Pembangunan Keluarga oleh Euis Sunarti

    4 September 2017

    Get in Touch

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    spot_imgspot_img

    Info Terkait

    Get in Touch

    0FansSuka
    0PengikutMengikuti
    0PelangganBerlangganan

    Info Lainnya