Oleh: Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti
KEYNOTE | SEMINAR NASIONAL | DEC 8 2018
PERUNDUNGAN DARI WAKTU KE WAKTU
Terjadi sejak lama, jumlah kasus yang dilaporkan per tahunya turun naik, namun diyakini insidennya semakin meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan factor pemicu dan perubahan lingkungan yang menstimulasi insiden Perundungan,
- Kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus Perundungan, meski hanya Perundungan verbal dan psikologis/mental. Kasus-kasus senior menggencet junior terus bermunculan. Statistik kasus pengaduan anak di sektor pendidikan dari Januari 2011 hingga Agustus 2014 tergambar sbb: Tahun 2011 (61), tahun 2012 (130), tahun 2013 (91), tahun 2014 (87);
- Data kasus yang masuk ke Komnas per November 2009 setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan psikis pada anak yang terjadi di lingkungan sekolah. http://www.tempointeraktif.com/hg/pendidikan/2009/11/22/brk,20091122-209789,id.html
- Laporan banyak dari lembaga pendidikan, seperti kasus di IPDN/STPDN, bahkan di sebuah SMA di Jakarta yang telah menerapkan program anti Perundungan.
- Sekolah merupakan tempat yang paling banyak terjadi Perundungan, pada penelitian yang dilakukan oleh Nansel et.al.(2001) terhadap 15.600 siswa kelas 6 sampai 10 di Amerika. Hasilnya menunjukkan sekitar 17% melaporkan menjadi korban Perundungan dg frekuensi kadang-kadang hingga sering selama di sekolah, 19% mengaku melakukan Perundungan pada orang lain dg frekuensi kadang-kadang hingga sering, dan 6% dari seluruh sampel menjadi pelaku dan korban Perundungan.
- Perilaku Perundungan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah formal saja melainkan dapat terjadi pada asrama atau pondok pesantren. Kasus Perundungan ini terjadi pada salah satu pondok pesantren di Jombang pada tahun 2016, seorang santri berumur 15 tahun meninggal dunia diduga akibat di keroyok oleh teman satu pesantren, dan di temukan luka lebam di seluruh tubuh korban (Ridwan, 2016).
- Survei 2009 (Ratna Juwita UI): Yogyakarta memiliki angka tertinggi mengenai kasus ‘Perundungan’ dibanding Jakarta dan Surabaya. Tercatat lebih kurang 70,65 % kasus Perundungan terjadi di SMP dan SMA di Yogyakarta. http://seminar.uii.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=49
- Tahun 2008, Survey Plan Indonesia dan SEJIWA thdp 1.500 pelajar SMP dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya: 67% pelajar SMP dan SMA menyatakan Perundungan pernah terjadi di sekolah mereka. http://www.riliskan.com/anak-indonesiabangkit-melawan-Perundungan.html
- Dilakukan pendidik; 1) Guru Tampar 18 Siswa SMK di Gorontalo. Sumber : Video Kekerasan di SMA 1 Gorontalo Beredar http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/200 9/11/09/brk,20091109-207248,id.html; 2) Fitang Budi Aditya (13), seorang murid SMPN 3 Babelan Kabupaten Bekasi babak belur dipukuli teman sekelasnya atas perintah seorang guru di sekolah tersebut yang menghukum korban karena terlambat datang ke sekolah dan tidak mengenakan badge (lambang sekolah) pada seragam sekolah yang dikenakannya. Sumber : Pikiran Rakyat, 26 Agustus 2004
- Perundungan dan senioritas. Selasa (3/11. ) terjadi kasus kekerasan terhadap salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan, SMAN 82, Ade Fauzan Mahfuzah. Ade yang merupakan siswa kelas satu sekolah tersebut dipukuli oleh sekitar 30 siswa kelas tiga, seniornya, hingga dirawat di rumah sakit. Ade dianiaya karena ia berjalan di “Jalur Gaza” sebutan jalan di depan kelas anak kelas tiga yang terlarang dilewati oleh anak kelas satu dan dua. Akibat penganiayaan itu, Ade harus dirawat di rumah sakit, mulutnya terluka dan mesti mendapat enam jahitan, bagian belakang kepalanya juga lebab akibat pukulan. Sumber : Kak Seto: Ada Tiga Kasus ‘Perundungan’ di Tiga Sekolah Favorit http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2009/11/09/brk,20091109-207304,id.html
- Perundungan dan Geng. November 2008. Geng Gazper diadukan ke pihak polisi oleh salah seorang murid SMA 34 ke Polsek Cilandak. Muhammad Fadhil Harkasaputra terluka dan patah tulang karena dipaksa berkelahi dengan orang yang lebih tua di geng Gazper. Kasus ini berakhir dengan dibubarkannya geng Gazper dan 5 orang siswa yang melakukan aksi kekerasan dikeluarkan dari SMA 34. Lain lagi dengan kasus di kota Pati, Jawa Tengah. Bulan Juni lalu, Geng Nero melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya. Geng yang beranggota anak-anak perempuan ini sudah ada sejak tahun lalu dan sering menggencet orang-orang yang tidak mereka sukai. Intinya, geng ini akan ikut campur dengan orang-orang yang sebenarnya tidak berhubungan dengan mereka, tapi dengan anggota geng Nero. Sumber : Pendidikan->Kasus Perundungan di Indonesia Sabtu, 6 Desember 2008 http://www.transanak.co.id/id/reportase.php?cat=21&id=225&p=0
- Perundungan dan bunuh diri: 1) Tahun 2004. Suci pratiwi melakukan bunuh diri diduga karena adanya tuduhan mencuri uang sang guru, di Jakarta Utara. Sumber : Tabloid Cek & Ricek, 3 Oktober 2004; 2) Tahun 2005. Fifi Kusrini (13) siswi SMPN 10 Bekasi nekat bunuh diri karena sering diejek sebagai anak tukang bubur. Sumber : Kompas, 17 Juli 2005; 3) Tahun 2005. Aditya (10) gantung diri diduga karena takut dimarahi guru bila tidak mengenakan seragam Pramuka. Sumber : Media Indonesia, 16 Desember 2005
- Indonesia urutan pertama. Riset Perundungan oleh Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) di beberapa negara di kawasan Asia: sebanyak 84% anak di Indonesia mengalami Perundungan di sekolah, sekitar 9000 anak terlibat dalam riset ini berusia 12-17 tahun.
- Perundungan dan kekurangan fisik maupun mental. Data dari Junior Chamber International (JCI): 40% pelajar di Kota Bogor, Jawa Barat, menjadi korban Perundungan. Sebanyak 30- 40% dari korban Perundungan masih berusia SD, SMP, dan SMA. Perundungan sering terjadi ketika seorang anak mempunyai kekurangan, baik secara fisik maupun mental.
- Perundungan dan anak berhadapan dengan Hukum. Data KPAI mencatat anak berhadapan hukum mengalami peningkatan, total di periode bulan Januari-25 April 2016 ada 298 kasus. Ada meningkat 15 persen dibandingkan dengan 2015, sebanyak 298 kasus itu menduduki peringkat paling tinggi anak berhadapan dengan hukum. Diantaranya ada 24 kasus anak sebagai pelaku kekerasan fisik.
UU ATAU PERATURAN MENGATUR TENTANG PERUNDUNGAN
Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anak telah banyak diterbitkan, namun dalam implementasinya di lapangan masih menunjukkan adanya berbagai kekerasan yang menimpa pada anak antara lain adalah Perundungan. Meskipun tidak ada peraturan mewajibkan sekolah harus memiliki kebijakan program anti perundungan, tapi dalam undang-undang perlindungan anak No.23 Tahun 2002 pasal 54 dinyatakan: “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau temantemannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
- UU No. 35 Th. 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam pasal ini diatur mengenai pasal tentang perlakuan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak.
- Pasal 76C UU No. 35 Th. 2014 Setiap orang dilarang menempatkan membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.
- Pasal 80 (1) UU No. 35 Th. 2014 Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Tindakan cyber Perundungan jika dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia terkait dengan KUHP dapat dilihat beberapa pasal yang ada di dalam KUHP berhubungan dengan jenis-jenis cyber Perundungan adalah sebagai berikut.
- Pasal 310 ayat 1 : Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. (Berkaitan dengan tindakan cyber Perundungan dengan bentuk Harrasment). Pasal 310 ayat 2 : Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (Berkaitan dengan tindakan cyber perundungan dengan bentuk Harrasment).
- Pasal 311 ayat 1 : jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (Berkaitan dengan tindakan cyber perundungan dengan bentuk Denigration).
- Pasal 315 : Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu. (Berkaitan dengan tindakan cyber Perundungan dengan bentuk Harrasment).
- Pasal 369 ayat 1 : Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau penghapusan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (Berkaitan dengan tindakan cyber perundungan dengan bentuk CyberStalking)
- Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Pasal 27 ayat 3 dengan unsur tindak pidana: mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (Terkait dengan aksi cyber perundungan yang berbentuk cyber harrasment).
- Pasal 27 ayat 4 dengan unsur tindak pidana :mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. (Terkait dengan aksi cyber perundungan yang berbentuk cyber stalking).
- Pasal 28 ayat 2 dengan unsur tindak pidana : menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). ( Terkait dengan aksi cyber perundungan yang berbentuk cyber harrasment).
- Pasal 29 dengan unsur tindak pidana : mengirimkan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. (Terkait dengan aksi cyber perundungan yang berbentuk cyber stalking).
- Pasal 30 ayat 1 dengan unsur tindak pidana : mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (Terkait dengan aksi cyber perundungan yang berbentuk impersonation).
- Pasal 32 ayat 2 dengan unsur tindak pidana : memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. (Terkait dengan aksi cyber Perundungan yang berbentuk outing and trickery)
PENGERTIAN DAN LINGKUP
Perundungan (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Terdapat banyak definisi mengenai Perundungan, terutama yang terjadi dalam konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual. Namun dalam hal ini dibatasi dalam konteks school Perundungan atau Perundungan di sekolah. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school Perundungan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Dan Olweus pada tahun 1993 telah mendefinisikan perundungan yang mengandung tiga unsur mendasar perilaku Perundungan, yaitu:
1. Bersifat menyerang (agresif) dan negatif.
2. Dilakukan secara berulang kali.
3. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat.
Olweus kemudian meng-identifikasikan dua subtipe perundungan, yaitu perilaku secara langsung (Direct Perundungan), misalnya penyerangan secara fisik dan perilaku secara tidak langsung (Indirect Perundungan), misalnya pengucilan secara sosial. Underwood, Galen, dan Paquette di tahun 2001, mengusulkan istilah “Social Aggression“ untuk perilaku menyakiti secara tidak langsung. Riset menunjukkan bahwa bentuk Perundungan tidak langsung, seperti pengucilan atau penolakan secara sosial, lebih sering digunakan oleh perempuan daripada laki-laki (Banks 1997; Olweus 1997, 1999). Sementara anak laki-laki menggunakan atau menjadi korban tipe Perundungan secara langsung, misalnya penyerangan secara fisik (Nansel et al. 2001; Olweus 1997).
Berdasarkan definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa Perundungan adalah perilaku agresif dan negatip seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan untuk menyakiti targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Kalau hanya kadang-kadang biasanya tidak dianggap sebagai Perundungan, kecuali jika sangat serius. Misalnya kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik yang membuat korban merasa tidak aman secara permanen. Ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bulying dan target (korban) bisa bersifat nyata maupun bersifat perasaan. Contoh yang bersifat real misalnya berupa ukuran badan, kekuatan fisik, gender (jenis kelamin), dan status sosial. Contoh yang bersifat perasaan, misalnya perasaan lebih superior dan kepandaian bicara atau pandai bersilat lidah.
Unsur ketidakseimbangan kekuatan inilah yang membedakan Perundungan dengan bentuk konflik yang lain. Dalam konflik antar dua orang yang kekuatannya sama, masingmasing memiliki kemampuan untuk menawarkan solusi dan berkompromi untuk menyelesaikan masalah. Dalam kasus Perundungan, ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku Perundungan dan korbannya menghalangi keduanya untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri, sehingga perlu kehadiran pihak ketiga. Sebagai contoh, anak kecil yang mendapat perlakuan Perundungan dari teman sebayanya, perlu bantuan orang dewasa.
Terbentuknya perilaku Perundungan pada anak melalui proses-proses pembelajaran sosial atau pola-pola yang mempengaruhi satu sama lain dalam lingkungannya. Perilaku Perundungan mulai tertanam sejak masih berusia dini sehingga perlu adanya upaya yang maksimal agar mencegah perilaku Perundungan tumbuh berkembang dirumah yang kemudian berlanjut ke sekolah (Priyatna, 2010). Menurut Lipskin (2008) kebanyakan seseorang menjadi pelaku Perundungan karena mereka mengalami pengalaman sebagai korban Perundungan, akibat dari menjadi korban teresebut pelaku memiliki keinginan balas dendam atas perbuatan yang ia dapatkan. Dari kasus seperti inilah perilaku Perundungan menjadi virus kemarahan dan dendam bermula, secara tidak langsung seorang yang akan menjadi pelaku akan menunggu saat ketika ia memiliki kekuasaan, kendali, dan kedudukan saat nantinya ia menjadi pelaku, korban Perundungan oleh pelaku ini ialah sesorang yang berstatus sosial rendah dalam kelompok, ataupun sebagai peserta calon anggota baru.
FAKTOR, JENIS DAN PERILAKU PERUNDUNGAN
Perundungan dapat terjadi di lingkungan mana saja dimana terjadi interaksi sosial antar manusia, antara lain:
- Sekolah (School Perundungan)
- Tempat Kerja (Workplace Perundungan)
- Melalui medium internet dan teknologi digital (CyberPerundungan)
- Lingkungan Politik (Political Perundungan)
- Lingkungan Militer (Military Perundungan), dan dalam Perpeloncoan.
Perundungan juga bisa terjadi dalam lingkup sosial-ekonomi dan dalam interaksi manusia dengan lingkungan alam. Perilaku Perundungan dapat berhubungan dengan empati dapat dilihat dari faktor-faktor empati menurut Hoffman (2000) yaitu:
- Sosialisasi, dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain. Perilaku perundungan dapat ditemukan baik pada anak lakilaki maupun anak perempuan akan tetapi intensitasnya dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang mereka terima, bukan karena adanya perbedaan tingkat keberanian dan ukuran fisik (Putri, Nauli, & Novayelinda, 2015).
- Mood and feeling, situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku orang lain. Setiap orang memiliki suasana hati gampang tersinggung, dan kadang kita tidak sadar mengapa kita merasa begitu. Hal ini juga dapat terjadi pada pelaku Perundungan, terkadang mereka melakukan sesuatu perencanaan dan maksud yang jelas, kadang tindakan-tindakan itu didorong oleh kekuatan-kekuatan di luar kesadaran mereka. Pengalaman-pengalaman traumatis mereka dimasa lalu mungkin berkitan dengan fisik, pelecehan, atau penghinaan. Perasaan-perasaan terpendam ini yang bisa membuat tiba-tiba meledak dalam Perundungan dan pelaku menjadi lepas kendali.
- Situasi dan tempat, pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain. Perundungan berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah (Rini, 2015)
- Proses belajar dan identifikasi, apa yang telah dipelajari anak dirumah atau pada situasi tertentu diharapkan anak dapat menerapkannya pada lain waktu yang lebih luas. Perilaku perundungan teman sebaya atau lingkungan yang memberikan pengaruh negatif dengan cara memberikan ide baik secara aktif maupun pasif bahwa perundungan tidak akan berdampak apa-apa dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan (Rini, 2015)
- Komunikasi dan bahasa, pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidakpahaman tentang komunikasi akan menjadi hambatan pada proses empati. Faktor komunikasi interpersonal siswa dengan orangtuanya. Siswa remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi yang negatif seperti sarcasm akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan kurangnya kehangatan kasih sayangdan tiadanya dukungan dan pengarahan terhadap remaja, membuat siswa remaja memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku Perundungan (Usman, 2013).
- Pengasuhan, lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya. Perundungan dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam. Rendahnya keterlibatan dan perhatian orang tua pada anak juga bisa menyebabkan anak suka mencari perhatian dan pujian dari orang lain. Salah satunya pujian pada kekuatan dan popularitas meraka di luar rumah (Rini, 2015).
Perilaku Perundungan antara lain: kekerasan fisik (mendorong, menendang, memukul, menampar). Secara verbal (Misalnya panggilan yang bersifat mengejek atau celaan). Secara mental (mengancam, intimidasi, pemerasan, pemalakan). Secara sosial, misalnya menghasut dan mengucilkan.
CIRI-CIRI, MOTIVASI DAN AKIBAT NEGATIF PERUNDUNGAN
Karakter pelaku perundungan Berdasarkan penelitian, remaja pelaku Perundungan mempunyai kepribadian otoriter, ingin dipatuhi secara mutlak dan kebutuhan kuat untuk mengontrol dan mengusai orang lain. Karakter Perundungan seringkali dikaitkan dengan preman, gang jalanan atau gang motor.
- Ciri-ciri seorang bully, antara lain: Mencoba untuk menguasai orang lain. Hanya peduli dengan keinginannya sendiri. Sulit melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain dan kurang ber-empaty terhadap perasaan orang lain. Pola perilakunya impulsif, agresif, intimidatif dan suka memukul.
- Motivasi seseorang untuk melakukan perundungan bisa berdasarkan kebencian, perasaan iri dan dendam. Bisa juga karena untuk menyembunyikan rasa malu dan kegelisahan, atau untuk mendorong rasa percaya diri dengan mennganggap orang lain tidak ada artinya.
- Akibat Negatif Perundungan. Pengalaman Perundungan, bagi sebagian orang selama berbulan-bulan hingga sekian tahun bisa jadi tidak disadarinya. Sementara bagi orang lain, sekali aksi negatif dapat menjadi pengalaman Perundungan. Dalam jangka panjang, korban Perundungan dapat menderita karena masalah emosional dan perilaku. Perundungan dapat menimbulkan perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri.
DAMPAK PERUNDUNGAN
Dampak Perundungan dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan Perundungan, bahkan sekolah dengan isu Perundungan secara keseluruhan. Perundungan dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, Perundungan dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan sebagainya.
- Dampak bagi korban: Depresi dan marah, rendahnya tingkat kehadiran dan rendahnya prestasi akademik siswa, Menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa.
- Dampak bagi pelaku. Pelaku memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan Perundungan, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku Perundungan ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.
- Dampak bagi orang lain yang menyaksikan perundungan (bystanders). Jika Perundungan dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa Perundungan adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
KARAKTERISTIK TARGET PERUNDUNGAN
Berdasarkan penelitian Bernstein dan Watson (1997) disimpulkan bahwa karakteristik eksternal korban sasaran tindakan perundungan adalah cenderung lebih kecil atau lebih lemah daripada teman sebayanya. Dengan kata lain, ukuran badan lebih besar, terutama diantara anak laki-laki cenderung mendominasi teman sebaya berbadan lebih kecil. Selain itu, juga bisa dikaitkan dengan kecenderungan siswa atau mahasiswa senior terhadap siswa/mahasiswa junior.
Berdasarkan pengamatan di Belanda (JungerTas dan Van Kesteren – 1999), menemukan bahwa mereka yang tidak mempunyai teman, lebih dari setengahnya (51%) menjadi sasaran tindakan perundungan. Sementara mereka yang mempunyai teman lebih dari lima orang, hanya 11% saja. Jadi mempunyai banyak teman, terutama dapat menolong, akan mengurangi kemungkinan menjadi sasaran tindakan Perundungan. Sementara berdasarkan penelitian di indonesia disimpulkan bahwa “jika subjek menghargai dirinya dengan baik maka ia dapat menghindari dirinya dari dampak tindakan perundungan.” (“Hubungan Tindakan Perundungan Di Sekolah dengan Self esteem siswa” – Mega Ayu Septrina, dan rekan-rekan/ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma). Faktor-faktor berikut, juga berpotensi menjadi sasaran tindakan Perundungan: – Siswa baru disekolah. – Latar belakang sosial-ekonomi. – Latar belakang budaya atau agama. – Warna Kulit atau warna rambut. – Faktor Intelektual.
STRATEGI PENCEGAHAN & SOLUSI MENGATASI PERUNDUNGAN
Solusi mengatasi permasalahan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi perundungan meliputi program pencegahan dan penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi). Pencegahan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat.
- Pencegahan melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar:
- Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya perundungan
- Anak mampu melawan ketika terjadi perundungan pada dirinya
- Anak mampu memberikan bantuan ketika melihat perundungan terjadi (melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat)
- Pencegahan melalui keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan. Antara lain:
- Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
- Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga.
- Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi
- Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan
- Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi, internet dan media elektronik lainnya.
- Pencegahan melalui sekolah
- Merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan “anti perundungan”.
- Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
- Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah
- Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif.
- Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully.
- Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah
- Pencegahan melalui masyarakat dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampung (Perlindungan Anak Terintegrasi Berbasis Masyarakat : PATBM).
- Strategi Pencegahan Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, dapat kita siapkan cara untuk mengurangi kemungkinan atau pencegahan agar tidak menjadi sasaran tindakan perundungan.
- Pertama, bantulah anak kecil dan remaja menumbuhkan Self-esteem (harga diri) yang baik. Anak ber-Self esteem baik akan bersikap dan berpikir positif, menghargai dirinya sendiri, menghargai orang lain, percaya diri, optimis, dan berani mengatakan haknya.
- Kedua, mempunyai banyak teman. Bergabung dengan group berkegiatan positif atau berteman dengan siswa yang sendirian.
- Ketiga, kembangkan ketrampilan sosial untuk menghadapi perundungan, baik sebagai sasaran atau sebagai bystander (saksi), dan bagaimana mencari bantuan jika mendapat perlakuan Perundungan.
- Strategi Menghadapi Bully, Pelajar perlu memahami, bahwa pelaku perundungan (bully) biasanya ingin melihat targetnya menjadi emosi. jadi Sangat penting untuk bersikap tetap tenang dan jangan membuat bully senang karena bisa membuat korbannya marah. Di bawah ini daftar contoh bagaimana menghadapi bully:
- Periksalah bagaimana cara bersikap. Jalan menunduk dan gelisah menunjukkan tidak percaya diri. Berjalanlah secara tegak dan percaya diri.
- Pelaku perundungan memilih orang yang mereka pikir tidak percaya diri dan takut terhadap mereka. Bergabunglah dengan group atau bertemanlah dengan siswa yang sendirian. Jangan membawa barang mahal atau banyak uang ke sekolah.
- Pelaku Perundungan memilih anak yang membawa sesuatu yang bisa mereka ambil.
- Hindari pelaku perundungan. Jika tahu siapa yang tidak menyukai kamu, jauhi mereka, Pergilah ke sekolah lebih dulu atau ambil jalan lain ke sekolah dan jangan sendirian.
- Jangan melawan atau marah sehingga membuat situasi menjadi semakin lebih buruk. Cobalah menarik diri dari situasi secara tenang. Pelaku perundungan senang reaksi, jadi jangan memberikan reaksi, tetaplah tenang.
- Jangan memberi pelaku perundungan kekuasaan untuk mengatur kamu. Perundungan dapat membuat korbannya merasa sebagai kesalahan korban sendiri, padahal samasekali tidak demikian.
- Jika pelaku tidak mau pergi/mengikuti, abaikan saja dan pergilah menyingkir. Jangan berdiam diri jika menyaksikan orang lain mendapat perlakuan Perundungan.
- Dokumentasikanlah apa yang terjadi secara spesifik (kapan waktunya, kejadian, dan bukti fisik) dalam buku harian : 1) Apa yang terjadi terhadap kamu dan apa yang kamu lakukan; 2) Siapa yang melakukan perundungan terhadap kamu, siapa saja yang menyaksikan dan apa yang dilakukannya; 3) Dimana terjadi dan seberapa sering terjadi.
- Carilah bantuan. Jangan takut untuk mengatakan kepada orang dewasa. Bicarakan dengan kepala sekolah untuk mencari tahu apa yang dapat dilakukan sekolah mengenai situasi perundungan.
PERAN BYSTANDER DALAM KEJADIAN PERUNDUNGAN
Dalam kejadian perundungan biasanya ada tiga pihak, yaitu pelaku (bully), korban dan orang yang berada di lokasi atau didekat korban (bystander). Pada umumnya bystander merasa tidak nyaman meyaksikan Perundungan dan jarang melakukan intervensi karena tidak tahu harus berbuat apa, khawatir akan menjadi sasaran, atau khawatir akan membuat keadaan menjadi semakin buruk bagi korban. Padahal menurut penelitian (Hawkins, Pepler, and Craig, 2001), Perundungan akan berhenti jika ada teman sebaya yang berperan membantu menghentikannya. Jika kita sebagai bystander tidak melakukan apa-apa apalagi memberi semangat kepada pelaku, maka perilaku Perundungan akan semakin menjadi-jadi. Masalahnya adalah bagaimana menjadi bystander yang aktif secara positif dan aman? Berikut ini beberapa tips bagi bystander untuk menghentikan perilaku Perundungan:
- Ketahuilah bahwa Perundungan itu tidak hanya berupa penyerangan secara fisik tapi juga secara lisan, misalnya mengejek.
- Bilang sama pelaku untuk berhenti dan jangan mau ikut-ikutan. Kamu bisa mengatakan bahwa melakukan Perundungan atau ngerjain orang lain itu merupakan perbuatan salah dan tidak keren.
- Bantulah korban menjauhi pelaku, misalnya dengan memanggilnya agar mendekati kamu karena ada keperluan dengannya. Kalau kamu hanya menonton saja, secara tidak langsung kamu memberikan dukungan terhadap bully.
- Kalau kamu khawatir turut campur akan membuat keadaan menjadi semakin buruk bagi korban, pergilah cari bantuan teman sebaya atau orang lain yang lebih dewasa untuk menolong korban.
- Bertemanlah dengan korban, temani pergi dengannya jika korban merasa ketakutan.
- Jangan melawan pelaku dengan cara berkelahi, tidak aman. Lebih baik carilah bantuan orang lain.
- Kenalilah lokasi rawan dimana Perundungan dapat terjadi atau pelakunya nongkrong. Beritahukan kepada petugas yang berwenang di wilayah tersebut agar lebih sering mengawasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Rigby. Ken.(2007). Bulliying in schools: and what to do about it. First published 2007 by ACER Press.
Jill F. DeVoe, and Sarah Kaffenberger. (2005). Student Reports of Bullying. Results From the 2001 School Crime Supplement to the National Crime Victimization Survey, Statistical Analysis Report. American Institutes for Research. U.S. Department of Education, Institute of Education Sciences, NCES 2005–310
Septrina, Mega Ayu. Cheryl Jocelyn Liow, Febrina Nur Sulistiyawati, Inge Andriani. (2009). Hubungan Tindakan Bullying Di Sekolah Dengan Self Esteem Siswa. Proceeding PESAT (Psikologi, ekonomi, Sastra, Arsitektur, & Sipil) Vol 3 Oktober 2009. Universitas Gunadarma-Depok 20-21 Oktober 2009 ISSN : 1885-2559
Tehrani, Noreen. Perundungan at work: beyond policies to a culture of respect a CIPD guide to help personnel professionals and others deal more effectively with Bulliyng, harassment and interpersonal conflict at work. Chartered Institute of Personnel and Development
WORLD HEALTH ORGANISATION. (2003) Raising awareness of psychological harassment at work. WHO, Switzerland.
http://en.wikipedia.org/wiki/Perundungan CyberBullying: Don’t Let It Be Your Monster, www.bullyfreezone.co.uk
Nancy Willard, M.S., J.D.(2007) Educator’s Guide to CyberBullying and Cyberthreats, Center for Safe and Responsible Use of the Internet Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Poerwadarminta, W.J.S. (1983) Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka.
http://news.liputan6.com/read/2191106/surveiicrw-84-anak-indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah.
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/05/06/kpai-angkakekerasan-terhadap-anak-meningkat.
http://www.suara.com/news/2016/06/16/034922/40-persenpelajar-di-kota-bogor-korban-Perundungan
Putri, H.N., Nauli, F.A., & Novayelinda, R. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku Bullying pada remaja. JOM. 2, (2).
Rini, M. S. (2015). Hubungan antara faktor kemampuan berinteraksi sosial dengan perilaku Bullying di Malang. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah malang.
Usman, I. (2013). Kepribadian, komunikasi, kelompok teman sebaya, iklim sekolah dan perilaku Bullying. Jurnal Humanitas. 10, (1).