Permasalahan Dan Solusi Ketahanan Keluarga Wilayah Kumuh

Oleh: Rahmi Damayanti

Pernahkah terbayangkan di tengah hiruk-pikuk kota, dibalik gedung-gedung tinggi dan jalanan kota yang ramai, tersembunyi sisi lain realitas kehidupan, terdapat area yang sering terlupakan, ialah pemukiman wilayah kumuh. Banyak keluarga berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang serba kekurangan. Setiap waktu adalah perjuangan untuk memperoleh makanan, air bersih, dan tempat berlindung yang layak. Anak-anak bermain di jalanan sempit yang dipenuhi sampah, sementara orang tua bekerja tak kenal lelah untuk mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa. Dibalik situasi yang penuh tekanan ini, nilai-nilai yang kokoh, kebersamaan, cinta, dan ketangguhan menjadi sangat penting. Ketahanan keluarga di wilayah kumuh tidak hanya tentang bertahan hidup, tetapi juga tentang bagaimana keluarga saling mendukung, memberikan harapan satu sama lain, dan tetap menjaga mimpi meskipun dunia di sekitar tampak suram. Memahami ketahanan keluarga berarti melihat bagaimana nilai, tujuan, cinta, dan solidaritas dapat menjadi kekuatan terbesar untuk melewati berbagai ujian kehidupan.

Pemukiman kumuh menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2011 pasal 1 ayat (13) tentang Perumahan dan Permukiman, merupakan pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sunarti (2015a) memaparkan pemukiman kumuh umumnya berkembang di kota-kota besar, dipengaruhi oleh dua faktor utama: kemiskinan dan keterbatasan daya tampung lingkungan. Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara luas wilayah dan jumlah penduduk yang tinggal di dalamnya, sehingga menciptakan kondisi kehidupan yang padat dan tidak layak huni. Sampai saat ini, masalah pemukiman kumuh masih menjadi perhatian di Indonesia, dengan sejumlah keluarga masih hidup dalam kondisi yang tidak layak. Berdasarkan data dari Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), tercatat bahwa 7,94 persen rumah tangga di Indonesia tinggal di rumah kumuh. Hal ini menunjukkan sekitar delapan dari setiap 100 rumah tangga masih menempati tempat tinggal yang tidak memadai dari segi kualitas dan keamanan.

Pemukiman kumuh dapat ditemukan di berbagai kawasan dengan karakteristik lingkungan yang berbeda-beda (Sunarti, 2015a). Salah satu kawasan yang sering menjadi pemukiman kumuh adalah bantaran sungai. Rumah-rumah biasanya dibangun dari bahan-bahan seadanya, seperti kayu dan seng, dan dibangun di sepanjang tepi sungai. Selain itu, pemukiman kumuh juga banyak dijumpai di bantaran rel kereta api. Di kawasan ini, rumah-rumah dibangun sangat dekat dengan rel, memanfaatkan lahan sempit yang tersisa di antara jalur transportasi yang padat. Bangunan di area ini biasanya sangat sederhana dan dibuat untuk penggunaan sementara, meskipun banyak yang menetap dalam jangka waktu lama. Kolong jembatan juga sering dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara dengan memanfaatkan ruang kosong di bawah struktur jembatan. Perkampungan padat penduduk potret lain dari pemukiman kumuh, dimana ruang antar rumah sangat terbatas. Di lingkungan ini, rumah-rumah dibangun berhimpitan satu sama lain, tanpa perencanaan yang teratur (Muta’ali dan Nugroho, 2016).

Permasalahan Keluarga di Wilayah Kumuh

Permasalahan daya tampung lingkungan di wilayah kumuh menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh keluarga-keluarga yang tinggal di sana. Keluarga terpaksa membangun tempat tinggal di area yang sempit dan padat. Bangunan yang berdempetan tanpa perencanaan yang baik menyebabkan ruang terbuka sangat minim, sehingga mengurangi kualitas hidup keluarga. Keterbatasan daya tampung lingkungan juga memperburuk masalah sosial di wilayah kumuh. Hal ini dapat mengganggu fungsi sosial keluarga. Persaingan yang ketat untuk sumber daya yang terbatas, seperti air bersih dan listrik, yang dapat memicu konflik antar keluarga. Selain itu, kurangnya ruang terbuka untuk bersosialisasi dan aktivitas rekreasi dapat meningkatkan tingkat stres anggota keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja yang tumbuh di lingkungan yang penuh tekanan. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya masalah sosial, seperti kejahatan dan kekerasan.

Permasalahan lainnya mengenai sanitasi di pemukiman kumuh yang dapat memengaruhi kesehatan dan kualitas hidup keluarga. Akses terhadap fasilitas sanitasi dasar seperti toilet umum dan saluran pembuangan air limbah sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Akibatnya, banyak penduduk yang harus menggunakan toilet umum yang tidak layak atau membuang kotoran di tempat terbuka, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan meningkatkan risiko penyakit menular, seperti diare dan infeksi kulit (Fitriani, 2021). Air limbah dibuang langsung ke sungai atau saluran drainase yang tidak teratur, mengakibatkan genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebab penyakit seperti demam berdarah dan malaria. Menurut Sukmaniar et al. (2023) selain masalah sanitasi, pengelolaan sampah di pemukiman kumuh juga menjadi tantangan besar. Kurangnya sistem pengumpulan sampah yang terorganisir membuat sampah dibuang sembarangan di jalanan, sungai, atau ruang terbuka lainnya. Tumpukan sampah tidak hanya menimbulkan bau yang tidak sedap, tetapi juga menjadi sarang bagi hewan pengerat dan serangga yang dapat membawa penyakit. Tidak adanya pengelolaan sampah ini semakin diperburuk oleh minimnya kesadaran dan fasilitas daur ulang, sehingga sampah organik dan anorganik bercampur dan mencemari tanah serta sumber air.

Selain itu, kualitas rumah di pemukiman kumuh jauh dari standar layak huni. Banyak rumah yang dibangun dengan bahan-bahan seadanya seperti kayu bekas, seng, dan terpal, yang tidak mampu memberikan perlindungan memadai dari cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan panas terik. Struktur bangunan yang rapuh juga rentan terhadap kerusakan, terutama saat terjadi bencana alam seperti banjir atau angin kencang. Selain itu, rumah-rumah ini biasanya tidak memiliki ventilasi yang baik, sehingga sirkulasi udara kurang optimal, meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan akibat udara lembap dan kurangnya cahaya alami. Kurangnya akses terhadap listrik yang stabil dan air bersih juga menambah tantangan dalam menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan aman (Simanjuntak, 2022).

Menurut Sobirin (2023) ruang yang sempit dan terbatas pada pemukiman kumuh, membuat rumah biasanya hanya terdiri dari satu atau dua ruangan yang berfungsi ganda, seperti ruang tamu yang juga digunakan sebagai ruang tidur dan tempat memasak. Tanpa pembagian ruang yang jelas, privasi antar anggota keluarga sulit terjaga, dan kegiatan sehari-hari dapat saling mengganggu. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan stres bagi penghuninya, terutama bagi anak-anak yang membutuhkan ruang untuk belajar dan bermain. Lingkungan tidak ramah anak di wilayah kumuh dapat menghambat anak-anak dalam menjalankan tugas perkembangannya, baik secara fisik, sosial, maupun emosional. Jalanan yang sempit dan berantakan, minimnya ruang bermain yang aman, serta paparan terhadap bahaya seperti polusi, kecelakaan, dan kekerasan membuat anak-anak sulit mengeksplorasi lingkungan dengan bebas dan aman. Minimnya ruang terbuka hijau dan fasilitas bermain yang layak membatasi kesempatan anak-anak untuk beraktivitas fisik dan bersosialisasi dengan aman. Jalanan yang sempit, tidak teratur, dan dipenuhi sampah meningkatkan risiko kecelakaan, sementara kondisi lingkungan yang kumuh dan tidak sehat memperbesar paparan terhadap penyakit (Eliyanti et al. 2020). Selain itu, elemen-elemen berbahaya seperti kabel listrik yang terurai, saluran air yang terbuka, serta kurangnya pengawasan dan perlindungan dari orang dewasa, membuat anak-anak rentan terhadap kecelakaan.

Kampung Ramah Keluarga sebagai Solusi Ketahanan Keluarga di Pemukiman Kumuh

Kampung Ramah Keluarga (KRK) sebagai pendekatan pembangunan berbasis wilayah menawarkan solusi yang komprehensif untuk meningkatkan ketahanan keluarga di pemukiman kumuh. KRK menempatkan keluarga sebagai fokus sentral dan memfasilitasi lingkungan sosial yang positif serta lingkungan fisik yang aman dan nyaman. KRK merupakan suatu pendekatan pembangunan berbasis wilayah yang dirancang untuk menciptakan lingkungan yang mendukung peran dan fungsi keluarga secara optimal (Sunarti, 2023). Konsep KRK mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, ekonomi, dan politik, dalam satu kesatuan wilayah. Lingkungan fisik dan non-fisik dalam KRK dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar dan mendukung perkembangan seluruh anggota keluarga, mulai dari anak-anak, remaja, orang tua (suami/istri), hingga lansia (Sunarti 2018b).

Implementasi KRK menekankan pada keberadaan fasilitas umum yang memadai, seperti ruang terbuka hijau, pusat pelayanan kesehatan, dan fasilitas pendidikan, yang semuanya mudah diakses oleh keluarga. Selain itu, pendekatan ini juga melibatkan penguatan modal sosial melalui kegiatan bersama yang mengedepankan gotong royong, saling membantu, dan saling peduli antar keluarga. Di dalam KRK, interaksi positif antarkeluarga tidak hanya didorong oleh interaksi langsung, tetapi juga oleh nilai-nilai budaya lokal yang mendukung solidaritas dan kebersamaan. Pendekatan ini berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menciptakan lingkungan yang lebih aman, nyaman, dan mendukung kesejahteraan keluarga di pemukimah kumuh.

Bengkel Kreativitas Kerja KRK Garut

Melalui pendekatan KRK, ketahanan fisik-ekonomi keluarga di pemukiman kumuh dapat diperbaiki dengan mempriortiaskan penyediaan infrastruktur dasar yang memadai, seperti sistem drainase yang baik, fasilitas kebersihan, dan akses air bersih yang lebih mudah. Selain itu, pendekatan KRK juga menyediakan peluang ekonomi lokal, seperti pelatihan keterampilan kerja dan program pemberdayaan ekonomi keluarga. Program-program ini memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan stabilitas ekonomi keluarga. Melalui akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan pelatihan kerja, keluarga di wilayah kumuh dapat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk keluar dari siklus kemiskinan yang menjadi ciri khas pemukiman kumuh.

Sementara ketahanan psikologis keluarga dapat ditingkatkan dengan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan emosional setiap anggota keluarga. KRK menawarkan solusi dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak dan keluarga untuk tumbuh dan berkembang. Dengan adanya ruang terbuka hijau, taman keluarga, fasilitas bermain anak, serta program-program edukasi (seperti taman baca), KRK dapat menyediakan tempat yang aman dan kondusif bagi anak-anak dan seluruh anggota keluarga untuk menjalankan tugas perkembangannya.

Taman Baca KRK Garut

Ketahanan sosial dalam KRK dicapai melalui penguatan jaringan sosial dan ikatan sosial. Lingkungan KRK didesain untuk memfasilitasi interaksi sosial yang positif antarkeluarga, mendorong terciptanya hubungan yang saling mendukung dan peduli. Kegiatan-kegiatan kebersamaan, seperti gotong royong/kerja bakti, dan acara-acara sosial, tidak hanya meningkatkan ikatan sosial tetapi juga memperkuat modal sosial yang penting untuk ketahanan keluarga. Selain itu, dengan adanya mekanisme perlindungan sosial yang efektif di KRK, seperti sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dancbantuan darurat, keluarga dapat merasa lebih aman dan terlindungi dari ancaman sosial maupun bencana alam.

Kerja Bakti Taman Keluarga KRK Garut

Selain itu pendekatan KRK juga memiliki keunggulan dalam pencegahan berbagai ancaman sosial dan alam serta pengenalan kerentanan keluarga. KRK mendorong untuk penguatan struktur kelembagaan, yang dapat mempermudah proses identifikasi terhadap keluarga-keluarga yang rentan dan membutuhkan bantuan. Misalnya, KRK dapat mengembangkan sistem deteksi dini untuk permasalahan kekerasan dalam rumah tangga, kesehatan mental keluarga, atau kerawanan pangan, sehingga intervensi yang diperlukan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif. Pencegahan ancaman juga dilakukan dengan peningkatan kesadaran dan edukasi keluarga tentang pentingnya keamanan dan keberlanjutan lingkungan. Edukasi mengenai pengelolaan sampah, penggunaan air bersih, dan mitigasi bencana menjadi bagian penting dari program KRK. Dengan melibatkan seluruh keluarga dalam upaya pencegahan dan pengelolaan risiko, KRK mampu menciptakan lingkungan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap berbagai tantangan yang dihadapi.

Referensi

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2023. Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023.

Elviyanti, E., Aryanti, D.,  Andika, S. 2020. Arahan penataan lingkungan pemukiman kumuh kelurahan seberang palinggam kecamatan padang selatan kota padang. Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia, 7(1), 53-57. https://doi.org/10.31258/dli.7.1.p.53-57.

Fitriani, M. 2021. Pengaruh perilaku masyarakat terhadap sanitasi lingkungan di kawasan kumuh kota gorontalo. Jurnal Arsitektur Kota dan Pemukiman, 6(2), 77-88. https://doi.org/10.33096/losari.v6i2.300.

Muta’ali, L., Nugroho, A.R. 2016. Perkembangan Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia dari Masa ke Masa. Gajah Mada University Press.

Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Simanjuntak, D. N. 2022. Analysis of characteristics of slum settlement environment in belawan bahagia kelurahan, medan belawan district. Jurnal Samudra Geografi. https://doi.org/10.33059/jsg.v5i1.4657.

Sobirin, S. 2023. Implementasi Kebijakan (Studi Kasus, Teori, dan Aplikasinya). Chakti Pustaka Indonesia.

Sukmaniar, S., Saputra, W., Anggraini, P. 2023. Upaya pengelolaan sampah di pemukiman kumuh. Environmental Science Journal (ESJO): Jurnal Ilmu Lingkungan, 2(1). https://doi.org/10.31851/esjo.v2i1.13875.

Sunarti, E. 2015a. Potret Ketahanan Keluarga Indonesia di Wilayah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan, Kumuh, dan Rawan Bencana. IPB Press.

Sunarti, E. 2015b. Ketahanan Keluarga Indonesia: dari Kebijakan dan Penelitian Menuju Tindakan: Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. IPB Press.

Sunarti, E. 2018. Model Pembangunan Wilayah Ramah Keluarga di Kota Bogor. Laporan Kajian Kampung Ramah Keluarga Kota Bogor. Sunarti, E. 2023. Inovasi Sosial Kampung Ramah Keluarga. Seminar Launching Inovasi Sosial IPB University.

Get in Touch

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_imgspot_img

Info Terkait

Get in Touch

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Info Lainnya