Optimalisasi Peran Ayah dalam Keluarga Sebagai Upaya  Pencegahan Kondisi Fatherless pada Anak-Anak di Indonesia

Oleh: Amelia Togatorop

Sumber: Freepik

Ayah merupakan orang tua laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga yang  bertanggung jawab atas kehidupan istri dan anak-anaknya. Muna Erawati (2009, dalam  Mulyana, 2022) menyebutkan bahwa ayah merupakan mereka yang secara legal mendapat  tanggung jawab melalui ikatan pernikahan yang sah dengan ibu si anak, baik kandung  ataupun diangkat secara hukum, ayah kandung si anak secara biologis, dan orang yang  berperan sebagai ayah bagi anaknya. Seorang ayah bertanggung jawab dalam memenuhi  kebutuhan anak-anaknya baik kebutuhan primer maupun sekunder. Namun, yang paling  penting adalah peran ayah dalam mendampingi tumbuh kembang dan keterlibatanya dalam  pengasuhan anak. Keikutsertaan seorang ayah dalam pengasuhan akan menciptakan dampak  positif bagi perkembangan anak, karena ketika anak diasuh dan dekat dengan ayahnya, anak  akan berpotensi besar tumbuh menjadi pribadi yang punya kepercayaan diri tinggi, mampu  berinteraksi dengan baik pada orang lain yang memiliki karakter dan kepribadian yang  berbeda dengan menggunakan beragam pendekatan. 

Keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan anak dapat dilihat dari seberapa  signifikan peran ayah dalam keluarga, Pleck (2010, dalam Gandana, 2021) menyebutkan  bahwa ada tiga konsep keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak, yaitu adanya keterikatan  seorang ayah dalam kegiatan positif dan berinteraksi dengan anak secara intensif serta  bermain bersama untuk mendukung perkembangan anak, sikap bertanggung jawab dan  hangat melalui interaksi dengan seluruh anggota keluarga, dan adanya kontrol pada anak  melalui pengawasan dan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan dalam pemenuhan  kebutuhan dan keinginan anak. Kurangnya keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan anak  berpotensi memberikan dampak negatif bagi kepribadian dan perilaku anak di masa depan,  salah satu dampak negatif kurangnya peran seorang ayah dalam pengasuhan adalah  timbulnya kondisi fatherless pada anak. 

Berdasarkan data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2021 ada  sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah, sedangkan menurut Susenas 2021, jumlah anak usia dini di Indonesia mencapai 30,83 juta jiwa, dari data  tersebut sebanyak 2,67% anak tidak tinggal dengan ayah atau ibu kandungnya dan 7,04%  hanya tinggal bersama dengan ibu kandungnya (Lubis, 2023). Dari data tersebut ada sekitar  2.999.577 anak yang tidak memiliki ayah atau tidak tinggal bersama ayahnya. Kondisi ketika  anak tidak memiliki atau tidak tinggal bersama ayahnya dapat menciptakan kondisi  fatherless. Rachmanulia (2023) menyebutkan bahwa Fatherless merupakan ketiadaan peran  atau figur seorang ayah dalam proses perkembangan anak, ketiadaan ini dapat berupa  ketiadaan secara psikologis, fisik, maupun emosional dalam kehidupan anak. Fatherless  merupakan kondisi dimana seorang anak tidak mendapatkan dan merasakan kehadiran peran  ayah selama masa pertumbuhannya baik secara fisik, psikis, dan emosional. 

Rosenthal (2010, dalam Putri, 2020) menyebutkan bahwa kondisi fatherless pada  anak dapat disebabkan oleh enam hal yaitu karena ayah pengkritik, ayah dengan penyakit  mental, ayah dengan ketergantungan zat, ayah yang melakukan kekerasan, ayah yang tidak  dapat diandalkan, dan ayah yang tiada. Kondisi fatherless yang terjadi pada anak-anak yatim  atau anak yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak mempunyai hubungan yang dekat  dengan ayahnya, akan menghasilkan generasi tanpa ayah (fatherless generation) (Mulyana,  2022). Kondisi ayah yang tiada ini akan menimbulkan permasalahan bagi anak karena tidak  mendapatkan perilaku panutan yang ideal dari seorang ayah.  

Ada beberapa dampak buruk yang terjadi pada anak akibat kondisi fatherless, yaitu  anak kehilangan rasa aman karena kurangnya perhatian dari ayah, lebih mudah depresi  terutama pada anak perempuan, anak lebih antisosial dan susah menerima kritikan karena  kesempatan berbicara dengan ayahnya tidak ada, lebih sering sakit, dan buruk dalam  penilaian sosial, fisik, emosional, dan psikologis. Menurut (Nihayati, 2023) kondisi fatherless  pada anak dapat berdampak terhadap keadaan psikologis anak, anak dengan fatherless biasanya tumbuh dengan perasaan rendah diri, mudah merasa marah, mudah merasa malu,  kesepian, kecemburuan, kehilangan dalam taraf yang berlebihan, kontrol dirinya rendah,  kesulitan dalam berinisiatif, dan memiliki kondisi mental yang tidak stabil sehingga  cenderung berperilaku neurotic. Ketiadaan sosok ayah (fatherless) juga akan berdampak pada  prestasi akademik anak, seperti anak lebih sering absen ke sekolah karena kurangnya peran  ayah dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak dan cenderung memperoleh nilai  yang lebih rendah dalam tes sebagai akibat rasa rendah diri dalam diri anak.

Untuk menghindari timbulnya kondisi fatherless pada anak maka dibutuhkan  optimalisasi peran ayah dalam keluarga. Sebagaimana dijelaskan dalam teori ekologi  Bronfenbrenner (1979) bahwa perkembangan anak sangat berorientasi pada lingkungan.  Dalam teori ekologi Urie Bronfenbrenner peran ayah dalam perkembangan dan pengasuhan  anak berada pada lingkungan microsystem, dimana ada interaksi secara langsung antara anak  dengan lingkungannya, yang dalam hal ini berfokus pada peran ayah dalam pengasuhan. Pada  sistem microsystem anak berperan sebagai individu yang aktif membantu membentuk  lingkungan tersebut, sehingga anak menerima berbagai pengaruh melalui hasil interaksinya  dengan lingkungan. Hal ini berarti dasar kepribadian anak terbentuk dari hasil interaksinya  dengan lingkungan, terutama interaksi dengan ayahnya. Pola pengasuhan yang berkualitas  dari seorang ayah akan membantu anak mencapai perkembangan yang optimal dan menjadi  dasar perkembangan sosial emosional anak, karena kemampuannya dalam menyerap nilai nilai yang diperlihatkan oleh ayahnya, mulai dari cara bicara, cara berperilaku, hingga  bagaimana seorang ayah bereaksi terhadap lingkungannya. 

Optimalisasi peran ayah dalam pengasuhan sebagai bentuk pencegahan kondisi  fatherless pada anak dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya paternal engagement yaitu  adanya interaksi antara ayah dengan anak dalam bentuk pengasuhan dan bermain bersama,  accessibility yaitu keberadaan seorang ayah mudah diraih dan ditemui secara langsung ketika  anak membutuhkan, dan responsibility yaitu kondisi anak dirawat dan diasuh dengan baik  sebagaimana tersedianya semua sumber daya yang mendukung pengasuhan seperti makanan,  pendidikan, keamanan, kasih sayang, maupun kesehatan. 

Hart (dalam Putri, 2020) menyebutkan bahwa seorang ayah mempunyai peran penting  dalam kehidupan anak, termasuk dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, beberapa  peran tersebut diantaranya, menjadi sumber finansial untuk memenuhi semua kebutuhan  anak, menjadi teman dan sahabat bagi anak, mengasuh dan memberikan kasih sayang,  mendidik dengan cara bertindak sebagai role model yang baik, mengajarkan nilai-nilai  kehidupan dan kedisiplinan pada anak, menjadi pelindung dari segala bahaya, pendamping  ketika anak mengalami masalah, dan membantu serta memfasilitasi untuk mengembangkan  potensi yang dimiliki anak. 

Ngewa (2019) menyebutkan bahwa optimalisasi peran ayah dalam pengasuhan anak  dapat dilakukan melalui beberapa hal, mendampingi kehamilan, turut merawat bayi,  melakukan aktivitas bersama anak, menciptakan komunikasi yang baik dengan anak. Seorang ayah harus mendampingi istri yang sedang mengandung, seperti turut serta dalam  pemeriksaan kandungan dan persiapan kelahiran anak. Hal ini dilakukan agar seorang ayah  dapat mengerti apa saja yang harus dilakukannya selama kehamilan istrinya dan mengetahui  bagaimana perkembangan janin. Ketika anak telah lahir, maka seorang ayah harus turut serta  dalam pengasuhan bayinya, seperti menggendong, memandikan, mengganti popok, dan  memberikan makan. Keterlibatan ini akan membantu anak merasakan kehadiran ayahnya dan  adanya kedekatan emosi antara ayah dengan anak. Ayah juga harus melakukan aktivitas  bersama anak, seperti bermain dengan anak, jalan-jalan, membaca, mengenalkan lingkungan  sekitar, membaca, dan sebagainya. Menciptakan komunikasi yang baik dengan anak, aktivitas  ini dapat dilakukan dengan ayah mengajak anak berbicara atau bertukar pikiran,  berkomunikasi atau menghubungi anak ketika seorang ayah sedang tidak berada dirumah. 

Ayah merupakan figur penting dalam perkembangan perilaku dan kepribadian anak,  ayah menjadi sosok pahlawan bagi anak, karena ketika ada masalah dalam keluarga atau  masalah yang dihadapi anak kehadiran ayah sangat penting dalam usaha penyelesaian  masalah tersebut, ayah yang banyak berperan dalam urusan keluarga akan menjadi sosok  pahlawan bagi anaknya. Ayah menjadi figur model untuk perilaku yang benar, seorang ayah  harus mampu memberikan model perilaku yang benar pada anaknya, sehingga ketika diberi  nasehat terkait perilaku yang benar atau salah anak dapat memahami dan menerapkannya  dalam kehidupannya. Ayah berperan menjadi sosok yang tegas, penuh kasih sayang, dan  mampu bersikap tegas dalam menetapkan peraturan pada anaknya, namun harus ada  komunikasi yang baik dengan anak, sehingga anak dapat menerima dan merasakan kasih  sayang dan kepedulian dari seorang ayah. 

Peran seorang ayah dalam pengasuhan anak, dimulai sejak anak berada dalam  kandungan, dan ketika anak telah lahir seorang ayah akan menjadi role model bagi anaknya.  Untuk menghindari adanya kondisi fatherless pada anak, maka seorang ayah harus  melibatkan diri dalam kehidupan anaknya. Seorang ayah dapat menjadi teman bermain,  berdiskusi, guru, tempat perlindungan bagi anak. Ketika anak hendak memutuskan suatu hal  dalam kehidupannya, seorang ayah harus mampu mengarahkan, memberikan perbandingan,  menjelaskan dampak serta keuntungan dari setiap hal yang diputuskan, dan menghargai  keputusan anak. Seorang ayah juga harus melibatkan anak ketika hendak memutuskan  sesuatu hal dalam keluarga atau kehidupannya, sehingga anak merasa berarti dan berharga dalam keluarga. Ketika peran ayah sudah optimal dalam pengasuhan anak maka anak tidak  akan mengalami kondisi fatherless

Daftar Pustaka 

Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of human development: Experiments by  nature and design. Cambridge: Harvard University Press. 

Gandana, G dan Gunawan, I. (2020). Perlindungan dan Peran Ayah dalam  Pengasuhan Anak Usia Dini. Lembang: SEAMEO CECCEP. 

Lubis, Z. (2023, September 12). Fenomena Fatherless dan Pentingnya Peran Ayah  dalam Pertumbuhan anak. NU online. https://nu.or.id/syariah/fenomena fatherless-dan-pentingnya-peran-ayah-dalam-pertumbuhan-anak-MO1e5. 

Mulyana, I. (2022). Keistimewaan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak. Sukabumi:  CV Jejak. 

Ngewa, M. H. (2019). Peran Orang Tua Dalam Pengasuhan Anak. Jurnal Pendidikan,  1(1), 96-115. 

Nihayati, A. D. (2023). Upaya Pemenuhan Hak Anak Melalui Pencegahan Fatherless.  Jurnal Studi Gender dan Anak, 5(1), 31-41. 

Putri, A. S. (2020). Asertivitas Pada Wanita Fatherless. (Skripsi Sarjana, Universitas  Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang). http://etheses.uin malang.ac.id/21453/1/15410113.pdf  Rachmanulia, N dan Dewi, S. (2023). Dinamika Psikologis Pada Anak Perempuan  dengan Fatherless di Usia Dewasa Awal: Studi Fenomenologis. Jurnal  Kesehatan Individu, keluarga, dan Komunitas, 4, 88-98.

#KeluargaIndonesia #KeluargaReligiusHierarkisHarmonis #KetahananKeluarga #KNPKIndonesia

Get in Touch

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_imgspot_img

Info Terkait

Get in Touch

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Info Lainnya